HARITA.ID – Saat ini isu pelantikan CAWAS ( Calon Pengawas) khususnya untuk SMAN, SMKN dan SKHN di Provinsi Banten diduga telah dijadikan panggung dan bahkan diduga di Politisasi oleh beberapa pihak di Provinsi Banten.
Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam Majlis Penyelamat Organisasi (HMI MPO) Cabang Pandeglang, menyoroti fakta bahwa program Calon Pengawas (CAWAS) telah dimulai pada masa pemerintahan Gubernur Wahidin Halim dan pelantikan 58 CAWAS telah dilakukan pada Desember 2022.
Dalam konteks ini, Fajar berpendapat bahwa pernyataan yang menuntut Pj.Gubernur untuk mengundurkan diri jika tidak memenuhi tantangan pelantikan Calon Pengawas (CAWAS) terlihat seperti tindakan politisasi.
“Perlu kita ketahui bahwa program CAWAS ini telah dimulai pada masa pemerintahan Gubernur sebelumnya, sehingga bukanlah tindakan yang terkait langsung dengan Pj. Gubernur saat ini.”
Selanjutnya Fajar pun mengatakan jika mengacu pada ketentuan Pasal 6 ayat 2 huruf b PERMENPAN RB nomor 21 tahun 2010, sasaran pengawasan bagi setiap Pengawas Sekolah adalah untuk sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah dan sekolah menengah atas/madrasah aliyah/sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan paling sedikit 7 satuan pendidikan dan/atau 40 (empat puluh) Guru mata pelajaran/kelompok mata pelajaran.
“Pj. Gubernur mungkin memiliki pertimbangan yang lebih luas dan kompleks dalam menghadapi isu ini, termasuk dampak dan keseimbangan dalam sistem pendidikan di daerah, mengingat guru honorer sudah digantikan dengan P3K, sedangkan masih banyak guru honorer dibanten yang belum menjadi P3K.” Ujar Fajar Ketua Umum HMI MPO Pandeglang, Jum’at 18 Agustus 2023.
Apalagi jika melihat pasal 4 didalam undang-undang tersebut ayat 2 yang mengatakan bahwa Pengawas Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jabatan karier yang hanya dapat diduduki oleh Guru yang
berstatus sebagai PNS.
“Kami melihat bahwa pengawas ini merupakan jabatan fungsional dan itu harus diisi oleh guru yang sudah berstatus PNS, Tentu ini tidak bisa memberikan kesejahteraan pada guru honorer yang statusnya masih belum PNS dan P3K, maka dari itu wajar jika PJ Gubernur Banten masih mempertimbangkan pelantikan Cawas tersebut.” Ucap Fajar.
Fajar juga mengemukakan bahwa sampai saat ini DINDIKBUD Provinsi Banten belum mengusulkan PERGUB terkait JUKNIS CAWAS, yang menunjukkan bahwa ada kekosongan dalam panduan pelaksanaan program ini.
“Isu ini memang memiliki kompleksitas yang perlu dipertimbangkan secara hati-hati. Oleh karena itu, Pj. Gubernur dapat dianggap sebagai individu yang mempertimbangkan keputusan-keputusan dengan cermat, bukan semata-mata untuk kepentingan politik.”
Fajar berharap agar pemenuhan pengajar lebih diutamakan ketimbang pengawas bagaimana pun jumlah guru yang ada di SMA/SMK di Provinsi Banten masih banyak yang kurang dari 40, tentu jika pengangkatan pengawas itu dilakukan akan berdampak pada kekurangan guru.
“Kami sangat berharap pemenuhan pengajar disetiap sekolah lebih diutamakan, masih banyak sekolah yang jumlah pengajarnya kurang dari 40 orang guru mata pelajaran, Ini seharusnya tidak hanya menjadi tanggung jawab Pj. Gubernur. Pihak-pihak terkait, termasuk pemerintah provinsi dan lembaga pendidikan, juga dapat bekerja sama untuk mengatasi kekosongan panduan tersebut.”
Dalam keseluruhan pandangannya, Fajar juga mengingatkan bahwa Pj. Gubernur Banten memiliki kewenangan dalam pengangkatan, pemindahan, pemberhentian PNS, dan pembinaan ASN di Instansi Pemerintah, yang dapat memberikan panduan dan solusi dalam menghadapi isu kompleks ini.
“Saya harap Pj. Gubernur dapat berperan penting dalam mengatasi isu pelantikan CAWAS, dengan mempertimbangkan segala bentuk dampaknya secara menyeluruh terhadap pendidikan di daerah provinsi Banten, khususnya diwilayah Kabupaten Pandeglang.” Tutup Fajar Ketua Umum HMI MPO Cabang Pandeglang. (Zar/Red)







